Tidak banyak orang yang sekaligus sebagai pemikir dan pelaku industri. Salah satu di antara yang langka itu ialah Ir Rauf Purnama. Dia sukses merancang dan memimpin beberapa proyek industri pupuk dan kimia di Tanah Air.
Dia seorang CEO andal dan bertangan dingin. Penampilannya sederhana, enerjik, kreatif dan inovatif. Perspektif pemikirannya selalu memandang jauh ke depan. Kini, ia berobsesi membangun pabrik enerji alternatif terpadu dengan pakan ternak. Pantas saja dia digelari industriawan sejati.
Sebagai seorang pemikir dan pelaku industri pupuk dan kimia, dia terus berinovasi. Untuk menjaga ketahanan pangan khususnya swasem-bada beras, dia pun memulai (pionir) pembangunan pabrik pupuk phonska (pupuk majemuk) di Indonesia. Sebuah formula pupuk yang lengkap dan berimbang, yang selain harganya lebih murah dan memudahkan petani dalam teknis penggunaannya, juga meningkatkan produksi sekira 2,45 ton per hektar sawah padi.
Selain membidani lahirnya pupuk majemuk phonska, yang kini sebagai obat mujarab untuk meningkatkan produksi pangan khususnya beras, Presiden Direktur PT ASEAN Aceh Fertilizer (AAF) yang mantan Direktur Utama Petrokimia Gresik (Petrogres), ini juga berhasil memimpin pembangunan beberapa proyek industri pupuk dan kimia lainnya, seperti pembangunan proyek Amoniak dan Urea, proyek Gypsum Plasterboard, proyek Hidrogen Peroksida (H202), Proyek 2-Ethyl Hexanol (Octanol), pabrik Peleburan Tembaga dan memodifikasi pupuk TSP menjadi SP36, yang kemudian diprogram menjadi phonska dengan kapasitas 1 juta ton per tahun. Total investasi yang ditanamkan untuk beberapa proyek tersebut, baik di PT Pupuk Kujang maupun PT Petrokimia Gresik, seluruh-nya kurang lebih 1,15 miliar dolar AS.
Tidak berhenti sampai di situ. Ia pun kini berobsesi untuk berkesempatan membangun industri enerji alternatif terpadu dengan pakan ternak dari bahan baku jagung, ketela pohon, ubi jalar dan tebu. Sebab, menurutnya, Indonesia perlu segera mewujudkan swasembada pakan ternak terpadu dengan upaya men-ciptakan enerji pengganti. Indonesia perlu sedini mungkin memikirkan enerji alternatif untuk mengantisi-pasi kelangkaan minyak pada masa depan. Ia memberi contoh AS yang telah mengembangkan ethanol sebagai enerji alternatif.
Ia juga memandang, Indonesia perlu memprioritaskan pengem-bangan industri petrokimia, sebagai bahan untuk keperluan berbagai industri lainnya, termasuk industri tekstil. Ch. Robin Simanullang (Diterbitkan juga di Majalah Tokoh Indonesia Edisi 01)