Salah satu sejarah besar Petrokimia Gresik (PG) hingga membawa kesuksesan saat ini adalah pengembangan pabrik pupuk majemuk berbasis NPK. Bahkan hingga sekarang masih dikenal sebagai pioneer dalam teknologi pupuk majemuk di Indonesia. Hal ini tidak lepas dari kepiawaian Direktur Utama PG periode 1995 – 2001, Rauf Purnama. Karena darinya PG mulai mengembangkan industri pupuk majemuk.
Hadirnya Rauf Purnama ke Gresik pada tahun 1990 merupakan salah satu “anak tangga” kejayaan PG. Datang di PG memjadi Direktur Litbang, ia juga memboyong ide brilian yang sebenarnya sudah terpendam saat berkarier di Bagian Litbang PT Pupuk Kujang. Hal ini diungkapkan Rauf Purnama kepada tim Majalah GEMA usai mengikuti Bedah Buku “Wardijasa: Menjaga Asa Industri Kimia” di Wisma Kebomas, Kamis (9/8).
Munculnya ide pengembangan pupuk majemuk berangkat dari ‘kegalauan’ Rauf Purnama. Ia mengaku heran, kenapa negara Vietnam dan Thailand yang saat itu tidak mempunyai Pabrik Urea, tapi bisa mengekspor beras. Sedangkan Indonesia yang memiliki Pabrik Urea cukup banyak, yaitu PT Pupuk Kujang, PT Petrokimia Gresik, PT Pusri Palembang, PT Pupuk Kalimantan Timur, dan PT Pupuk Iskandar Muda justru impor beras.
Rauf Purnama pun mengaku berupaya mengumpulkan banyak informasi. “Ketika saya pelajari, ternyata mereka telah menggunakan teknologi pupuk majemuk,” tandasnya.
Berbekal informasi tersebut, Rauf Purnama pun mengaku berupaya membuat pabrik NPK (pupuk majemuk, Red) di PT Pupuk Kujang. Pabriknya direncanakan digabung dengan Pabrik Amoniun Nitrat. Tapi sebelum gagasan itu terealisasi, Rauf Purnama ditugaskan ke PG. “Ide itu akhirnya saya bawa ke Petrokimia Gresik,” ujar pria yang mengidolakan Presiden Soekarno dan Soeharto itu.
Di PG, Rauf Purnama mengawali kariernya sebagai Direktur Litbang tahun 1990. Ide itu belum terealisasi. Kemudian sejak tahun 1995 ia menjabat sebagai Dirut, sehingga semakin memuluskan langkahnya untuk mewujudkan Pabrik NPK.
Untuk mencari dukungan demi kelancaran pembangunan Pabrik NPK, Rauf Purnama mengaku melakukan presentasi ke sejumlah lembaga, termasuk ke Kementrian Pertanian. “Saya menjelaskan kesemua pihak, jika kedepan pupuk yang banyak digunakan pertanian adalah pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal seperti yang saat itu tengah populer yaitu Urea, ZA, TSP, dan KCL,” imbuh Rauf Purnama.
Ia pun meyakinkan jika banyak efisiensi yang bisa dilakukan dengan menggunakan pupuk majemuk. Misalnya, gudang yang sebelumnya membutuhkan empat unit untuk masing-masing pupuk tunggal, saat menerapkan teknologi pupuk majemuk hanya memerlukan satu gudang. Pemakaian ke tanaman oleh petani juga hanya sekali sebar, tidak seperti saat menggunakan pupuk tunggal.
Saat itu, Rauf Purnama juga melakukan percobaan dengan menanam padi seluas 18 hektar di Bintoyo, Ngawi menggunakan NPK. Hasilnya mengejutkan dari produktivitas 5 ton per hektar saat menggunakan pupuk tunggal, meningkat menjadi 9 ton perhektar dengan menggunakan pupuk majemuk. Akhirnya percobaan pun dilakukan secara multilokasi di beberapa daerah di Indonesia, seperti pulau jawa, Bali dan Kalimantan.
“Saat uji coba itu pabrik sebenarnya belum produksi. Setelah produksi, semua (petani, red) rebutan untuk mendapatkan pupuk NPK. Apalagi harganya lebih murah dari pupuk tunggal, dan jumlah yang digunakan pun lebih hemat,” ungkap Rauf Purnama.
Mendapatkan sambutan luar biasa dari petani, perjalanan pengembangan teknologi pupuk
majemuk di PG tidak serta-merta berjalan mulus. Rauf Purnama mengaku kala itu mendapat banyak tentangan dari perusahaan pupuk lainnya, karena mereka hanya mengembangkan pupuk tunggal.
Namun, Rauf Purnama tak patah arang. Bahkan Ia memiliki target produksi NPK sebesar 2,8 juta ton per tahun di tahun 2005. Tapi sebelum target terpenuhi, tahun 2001 Rauf Purnama meninggalkan PG.
“Ke depan, Petrokimia Gresik harus mampu memproduksi 6 juta ton NPK tiap tahunnya,” ujar Rauf Purnama. “Phonska” menjadi branding pupuk majemuk PG. Nama itu ia cetuskan sendiri, karena saat itu jajaran yang dimintai usulan namanya tidak memberikan jawaban. Phonska sendiri merupakan singkatan dari Phosphate, Nitrogen, Sulfur, Kalium. Dalam Phonska ada kandungan N, P, K serta tambahan unsur S. Waktu era Rauf Purnama, NPK tidak disubsidi. Tapi dapat diterima oleh petani. Setelah ia pindah dari PG, Pupuk NPK baru mendapatkan subsidi dari pemerintah. Semangat dalam menjual produk tanpa subsidi yang harus dimiliki oleh Insan PG saat ini, karena wacana pengalihan subsidi oleh pemerintah semakin santer.
Nugroho Christijanto di Mata Rauf Purnama
Nugroho Christijanto mengawali kariernya di PG sejak 1 Agustus 1992. Rauf Purnama saat
menjabat sebagai Direktur Litbang adalah orang yang menemukan mutiara di tengah lautan tersebut.
Nugroho Christijanto digembleng oleh Rauf Purnama di Litbang. Dari awal, Nugroho Christijanto sudah terlihat sebagai sosok yang berprestasi dan berintegrasi. Tugas apapun yang diberikan Rauf Purnama mampu diselesaikan oleh Nugroho Christijanto dengan baik.
“Nugroho cukup dekat dengan saya waktu di Litbang. Ia memang orang yang pintar,
kerjanya pun tulus, disuruh apa saja tidak pernah menolak. Saya pun tidak kaget jika
saat ini dia diamanahi menjadi Direktur Utama. Nugroho adalah sosok yang paling saya hafal diantara teman-temannya sampai sekarang,” ungkapnya.
Rauf Purnama mengungkapkan, lantaran tidak pernah menolak tugas itulah yang membuat
Nugroho Christijanto semakin banyak belajar. Meskipun memiliki background pendidikan
Sarjana Teknik Kimia dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Nugroho banyak melakukan
inovasi dan memberikan prestasi di Litbang.
Karena itu, Rauf Purnama berpesan pada Generasi Milenial PG untuk meneladani sosok Nugroho Christianto yang memiliki kemauan keras untuk belajar di banyak bidang, sehingga menjadikannya sebagai karakter yang multitasking.
“Kerja harus dilandasi keikhlasan, ditempatkan di mana saja juga harus dijalankan dengan ikhlas. Bekerjalah dengan lurus dan tidak aneh-aneh, maka kebaikan pun akan mengikuti,” pungkasnya.
Perlu Terobosan dan Persiapan Industri Non-fertilizer
Berbicara terkait belum optimalnya margin laba perusahaan, yang saat ini tengah menjadi
concern utama perusahaan telah dibaca Rauf Purnama. Karena itu, Ia menyarankan agar PG mulai memikirkan industri non-fertilizer.
“Harga pupuk Urea dunia saat ini berkisar 300 Dollar Amerika Serikat tiap tonnya. Padahal dengan bahan baku yang sama, yaitu gas alam, kita bisa memproduksi karpet yang harganya mencapai 2.000 Dollar Amerika Serikat,” ujar Rauf Purnama yang juga dikenal sebagai inisiator industri pupuk majemuk di Tanah Air itu.
Industri pupuk menurutnya sangat penting, tapi untung yang diperoleh sangat kecil. “Sebagai anak perusahaan BUMN, Petrokimia Gresik tetap wajib bergerak di industri pupuk karena berkaitan dengan ketahanan pangan nasional. Namun lebih dari itu, Petrokimia Gresik juga harus berpikir bisnis lain, sehingga Petrokimia Gresik ke depan harus ada Core business pada fertilizer dan non-fertilizer,” tutup Rauf Purnama. FA
GEMA edisi No. 299 Agustus 2018