Produk-produk industri hijau (industri hilir/ downstream industry) tanpa industri hulu (upstream industry) berbasis SDA seperti industri petrokimia dan industri logam tidak akan bisa bersaing di pasar lokal maupun global. China kuat di industri hilir (yang menghasilkan barang siap pakai) seperti produk industri hijau karena industri hulunya kuat. Indonesia itu lemah di industri hulu karena SDA nya di export lalu beli barang setengah jadi ( hasil intermediate industry ) yang harganya mahal sehingga industri hilir (downstream industri) jadi tidak bisa bersaing.
China itu bangun industri berbasis migas dan batu bara saja sejak thn 90an, jumlahnya 250 pabrik tiap tahun, bisa dibayangkan industri hilirnya bisa mencapai minimum lebih dari 4 kali lipat sehingga China bisa meningkatkan devisanya dari export hasil industri hilir/ downstream serta dari penghematan subsitusi import, dan dampaknya cadangan devisa China tahun 2014 saja lebih dari $3 triliun, itulah maka China besar-besaran membangun infrastruktur apa saja bisa, dan termasuk mau bangun infrastruktur di Indonesia. Tahun 2003 export/ import Indonesia plus $28 miliar , karena sejak tahun 2000 hampir tidak ada pembangunan industri berbasis SDA maka export/ import Indonesia tahun 2014 jadi minus.
Maka kunci utuk meningkatkan lapangan kerja, penerimaan negara dan devisa tidak ada jalan lain kecuali industri dan itu sudah dibuktikan diberbagai negara maju seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan negara-negara Eropa Barat termasuk China. Indonesia memiliki SDA tapi import barang-barang yang bisa dihasilkan dari SDA yg kita miliki, ini ironi yg harus diperbaiki. Salam NKRI.
RP – Juli 2016