Sebetulnya salah satu jalan mengurangi import bbm ya dengan membangun biodiesel dari CPO dan itu program yang sangat bagus, masalahnya dengan harga CPO $700 /ton harga biodiesel diatas Rp10.000 jadi harus disubsidi, kalau disubsidi uangnya dari mana? Lain dengan Korea, Taiwan, Singapura, harga bbm tinggi tidak masalah karena GDP perkapitanya sudah diatas $20.000 seperti di Korea pada harga minyak $80 /barrel harga bbm di Korea Rp18000 /liter, jadi kalau pakai biofuel tidak masalah rakyatnya sudah mampu membeli tanpa subsidi.
Eropa menentang penanaman CPO dengan alasan merusak lingkungan, padahal CPO adalah tumbuhan yg banyak mengabsorb CO2. Jadi melestarikan lingkungan. Setelah saya pelajari ternyata biofuel di Eropa itu tidak bisa bersaing dgn biofuel Indonesia karena mereka bikin biofuel dari tanaman rapeseed yang produksi biofuel perhektarnya jauh diatas produksi biofuel dari CPO, sehingga tidak bisa bersaing maka di cari-cari alasan. Jadi mereka tidak segan-segan masalah ekonomi dibawa ke masalah politik lingkungan demi memajukan ekonomi serta para petaninya, tetapi itu biasa dalam usaha persaingan bisnis.
Saya pernah mempersiapkan pembangun industri 12 pabrik pada jaman Suharto sampai jaman Gusdur, dari 12 pabrik itu mayoritas (10 pabrik) pakai pinjaman dari luar negri dan semua ditenderkan. Bank Dunia mengawasi dan ngontrol mulai dari siapa pemilik teknologinya sudah proven atau belum, siapa calon kontraktor Internasional dan kontraktor Nasional (dalam negri) sebagai pendamping main kontraktor Internasional dan itu dilaporkan Lender untuk diaudit. Dari pinjaman luar luar negri 30 % bisa dialokasikan utk manufacturing didalam negri kalau tidak mampu baru dibeli dari luar negri, terutama proprietary equipment yang fabrikasinya ditentukan oleh pemilik teknologi. Sekarang ini yg penting bicara ke depan bagaimana meningkatkan kemakmuran dgn menaikan GDP perkapita sebab kalau bicara korupsi saat ini juga korupsi besar padahal ada KPK dan kita bersyukur ada KPK. Jangan lupa tahun 1995 GDP perkapita Indonesia sekitar $1,000 jauh diatas China yg masih dibawah $700, nah tahun 2017 GDP perkapita China jauh menyusul Indonesia karena China sudah lebih maju karena inindustri. China saat ini dengan cadangan devisa $3,8 triliun bukan karena bangun infrastruktur tapi karena bangun industri dimana setiap tahun China bangun industri berbasis SDA migas dan batu bara saja lebih dari 250 industri, bisa dibayangkan penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara dari nilai tambah industri. Bagaimana industri Indonesia?
Untuk mengetahui utang Indonesia berbahaya atau tidak silahkan evaluasi data perbandingan makro ekonomi China dibandingkan Indonesia. Menurut BMI Research (Business Monitor International) China utangnya jauh lebih besar dari Indonesia yaitu $1,4 triliun tapi masih aman tidak jadi masalah karena cadangan devisanya $3,3 triliun (2015 ). Indonesia pada tahun yang sama utangnya $308 miliar sedangkan cadangan devisanya $124 miliar. China karena industrinya maju balance of trade (export-import) China tahun 2015 plus $330 miliar sedangkan Indonesia minus $17,5 miliar. Masih menurut BMI researh Forcast balance of trade Chnia sampai thn 2019 masih plus ratusan miliar sedangkan balance trade Indinesia sampai thn 2019 masih minus. Silahkan nilai apa utang Indonesia berbahaya atau tidak. Ini menurut BMI researh yg ada di London.
Selamat berlibur hidup NKRI.
RP